Hidung Ketemu Hidung

Diposting oleh Sabu Island on Minggu, 19 Februari 2012

Negara kita Indonesia memang kaya akan khasanah budaya dan tradisi nenek moyang dari sabang sampai merauke. Seperti misalnya di Makassar ada prosesi pernikahan menurut adat Makassar, ada tradisi Ruwahan masyarakat Jawa dan lain sebagainya. Begitu juga untuk daerah di wilayah Indonesia lainnya. Salah satunya di kota Kupang lebih spesifiknya di suku sabu atau sawu. Biasanya di Pulau Sabu, dalam setiap acara-acara keluarga yang digelar seperti,  pesta pernikahan dan lain sebagainya. Ada satu tradisi unik yang biasa dilakukan yaitu tradisi cium hidung atau hidung ketemu hidung. Ciuman antar hidung ini dilakukan dengan cara saling menyenggolkan hidung satu sama lain, baik itu antara sesama perempuan, atau pun laki-laki, bahkan antara perempuan dan laki-laki. Tradisi ciuman hidung ini mengandung makna sebagai penghormatan bagi orang yang di 'salami' dengan cara saling bersenggolan hidung. Berciuman hidung merupakan budaya orang Sabu yang biasanya diberikan kepada orang-orang istimewa. Dengan ciuman mereka mau menyatakan bahwa mereka menerima seseorang dengan hati terbuka.

Ciuman ini dilakukan dengan tidak mengenal umur, gender, profesi bahkan status sosial. tradisi saling berciuman hidung ini dianggap sebagai nilai luhur yang diwariskan oleh nenek moyang Orang Sabu, yang mengandung makna yaitu betapa kita sebagai sesama manusia harus bisa saling memberi dan menerima tanpa rasa pamrih dan juga bisa mengaktualisasikan kasih sayang terhadap sesama tanpa pandang bulu. Dalam keseharian masyarakat Sabu, cium menciuman hidung menjadi tanda perdamaian. Konflik yang sehebat apa pun akan berakhir dengan sendirinya setelah berciuman hidung. Sungguh besar dan dalam makna berciuman hidung ini bagi masyarakat di Pulau Sabu.
Baca SelengkapnyaHidung Ketemu Hidung

Berbagai Budaya Pulau Sabu

Diposting oleh Sabu Island on Sabtu, 18 Februari 2012

Kesenian yang paling menonjol dalam budaya dan tradisi masyarakat Pulau Sabu adalah seni tari dan tenun ikat tradisional Pulau Sabu. Seni tari yang ada di Pulau Sabu  antara lain adalah Padoa dan Ledo hau. Padoa ditarikan kaum pria dan wanita sambil bergandengan tangan, berderet melingkar, menggerakkan kaki searah dengan jarum jam, kaki dihentakkan sesuai irama tertentu menurut nyanyian Meno Pejo, diiringi Pedue yang diikat pada pergelangan kaki para penari. Pedue ialah anyaman yang terbuat dari daun lontar yang bentuknya seperti ketupat yang diisi dengan kacang hijau secukupnya sehingga menimbulkan suara sesuai irama kaki yang dihentak-hentakkan. Ledo Hau dilakukan berpasangan oleh pria dan wanita diiringi bunyi gong dan tambur serta giring-giring yang melingkar pada kaki pria sabu. Hentakan kaki, lenggang dan pandangan merupakan gerakan utama. Gerakan lain dalam tarian ini ialah gerakan para pria yang saling memotong dengan klewang yang menjadi perlengkapan tari para pria. 

Sedangkan kesenian Pulau sabu yang juga sangat menonjol dalam budaya dan tradisi masyarakat Pulau sabu adalah Tenun ikat tradisional Pulau Sabu. Kain tenun ikat tradisional Pulau Sabu yang paling terkenal adalah si hawu atau sarung sabu dan higi huri atau selimut. Masyarakat Sabu melakukan semua proses penenunan kain tenun tradisional Pulau Sabu ini seperti yang biasa dilakukan oleh masyarakat pada umumnya di Nusa Tengggara Timur. Benang yang menjadi bahan dasar Kain Tenun Pulau Sabu itu direntangkan pada langa atau kayu perentang khusus yang digunakan untuk memudahkan mengikat benang sesuai dengan motif yang akan dibuat, setelah itu benang tersebut kemudian dilumuri dengan lilin. Setelah proses pelumuran lilin tadi kemudian dilakukan proses Pencelupan warna.


Proses pencelupan warna ini dilakukan dengan empat warna dasar yakni biru pekat, nila, merah dan hitam, ramuan untuk proses pencelupan warna kain tenun sabu menggunakan bahan pewarna alami yang bisa didapat dari dari mengkudu dan kuning dari kunyit. Motif yang dikenal dalam kain tenun tradisional Pulau sabu antara lain adalah motif flora dan fauna serta motif geometris. Setelah itu benang tersebut direntangkan kembali pada langamane atau alat tenun untuk memulai proses tenun.
Baca SelengkapnyaBerbagai Budaya Pulau Sabu

Sirih Pinang Cemilan Unik Orang Sabu

Diposting oleh Sabu Island on Jumat, 17 Februari 2012

Bagi kebanyaan suku-suku yang ada di Indonesia, sirih dan pinang mungkin tidaklah asing karena sering digunakan sebagai makanan selingan atau camilan, misalnya saja orang Papua, Jawa, Bali dan lainnya. Tetapi kalau anda bertemu dengan orang Sabu, khususnya orang-orang tua, maka hal pertama yang mungkin saja bisa anda lihat adalah kebiasaan mereka mengunyah sirih dan pinang. Kebiasaan mengunyah sirih dan pinang bagi orang sabu adalah suatu kenikmatan tersendiri bagi penikmatnya. Lantas apa sih yang membuat orang Sabu begitu akrab dengan panganan satu ini? Sampai sekarangpun saya masih belum bisa mendapatkan jawabannya.

Kalau cuma mereka-reka dan menebak-nebak, mungkin jawabannya karena sudah dari sana-nya kali (tradisi turun temurun). Padahal, di Pulau Sabu itu sendiri jarang terdapat pohon pinang dan sirih. Sungguh suatu fenomena yang menarik sebab sesuatu yang susah diperoleh tetapi bisa dikonsumsi setiap saat bahkan melebihi frekuensi rutinitas makan 3 kali sehari. Yang anehnya lagi, bagi sebagian "penikmat" sirih dan pinang, belum lengkap rasanya kalau makan sirih pinang tetapi tidak ditutup dengan sajian penutup, yaitu mengunyah dan menghisap tembakau nah lho.. tembakau ini dikunyah dan dihisap bukannya dibakar seperti rokok. Rasanya itu gimana ya? Sungguh suatu hal yang sangat unik dan menarik.

Kebiasaan dan tradisi mengunyah sirih dan pinang ini bagi orang sabu sudah seperti makan makanan 4 sehat lima sempurna deh... Sepintas, kebiasaan ngemil sirih dan pinang itu tidak ada manfaatnya, namun sebenarnya kebiasaan ngemil daun sirih itu memiliki banyak manfaat, dan ternyata kebiasaan mengunyah sirih dan pinang serta menghisap tembakau itu bisa membangkikan gairah kerja lho.., bisa memperkuat gigi dan menambah daya tahan tubuh dan sebagai sarana mempererat pertemanan. 

Pernyataan itu selintas menjadi pertanyaan bagi saya karena sampai sejauh ini saya sendiri belum pernah mencoba mencicipi sirih pinang. Namun kata orang sih rasanya ... wah... luar bisa tidak enaknya saat pertama kali masuk ke dalam mulut.. tapi lama kelamaan setelah dikunyah berlama-lama, enak juga.. walaupun agak sepat di lidah. Dan makanan penutupnya yakni tembakau.. puih... pedas plus pahit saat dikunyah dan dihisap airnya ... pingin cepat-cepat dikeluarin dari mulut. Itu kata Orang lho..

Ada satu hal membuat saya kagum terkait dengan kebiasaan mengunyah sirih dan pinang ini yaitu, saking lengketnya orang sabu dengan sirih dan pinang, sampai-sampai dimasukan ke dalam salah satu unsur dari barang bawaan pada saat prosesi "Masuk Minta" (meminang gadis).
Itulah sebagian ciri khas orang sabu yang unik namun kental dengan warisan budaya dan tradisi.

*Sumber
http://orangsabu.blogspot.com/2009/01/sirih-pinang-cemilan-unik-orang-sabu.html
Baca SelengkapnyaSirih Pinang Cemilan Unik Orang Sabu

Upacara Adat Pulau Sabu

Diposting oleh Sabu Island on Sabtu, 11 Februari 2012

Dalam budaya dan adat istiadat Orang Sabu, ada beberapa upacara-upacara adat yang sering dilakukan oleh masyarakat Pulau Sabu, diantaranya adalah upacara-upacara adat ayang berhubungan dengan pertanian. Dalam upacara-upacara yang berhubungan dengan pertanian adat Sabu diantaranya adalah pada bulan "Kelia Wadu" yakni pada bulan Juli sampai Agustus membawa persembahan memanggil mayang dan air nira. Pada bulan Agustus sampai September dilakukan upacara adat permohonan agar pohon lontar mempunyai banyak mayang dan air nira agar dapat dimanfaatkan. Penyadapan air nira dan pembuatan gula, juga selalu disertai dengan upacara-upacara adat khas Pulau Sabu. Begitu pula ketika akan memulai menanami ladang mereka hingga masa panen tiba, biasanya diadakan upacara-upacara adat seperti "Upacara Dabu", "Upacara Bange Liu" dan "Upacara Holle".

Dikalangan masyarakat etnik Pulau Sabu juga dikenal beberapa upacara-upacara kematian diantaranya upacara kematian dewan Mone Ama atau upacara kematian orang yang meninggal akibat kecelakaan. Dalam upacara kematian Dewan Mone Ama diadakan pesta serta tarian "Lido Puru Rai" serta makan-makan sejumlah hewan yang dipotong. Pada upacara kematian "Dewan Mone Ama" sangat berbeda dengan upacara kematian orang biasa, dalam upacara kematian "Dewan Mone Ama", ujung jari tangan dan kaki dipotong dan dikuburkan tersendiri oleh penggantinya tanpa diketahui seseorang. Lubang kubur berbentuk bulat, mayat dikuburkan dengan posisi jongkok dan diatas kepalanya ditutupi dengan gong.

Mayat orang yang mati karena kecelakaan, dikuburkan diluar rumah dan bentuk kuburannya persegi panjang. Upacara ini disebut "Rue", sedangkan pada upacara kematian orang yang meninggal secara lazim atau biasa, mayatnya dibungkus dengan selimut adat dan dikuburkan dalam posisi jongkok dengan dibekali bahan makanan, sirih dan buah pinang.



Baca SelengkapnyaUpacara Adat Pulau Sabu

Pulau Sabu Di Mataku

Diposting oleh Sabu Island


Pulau Sabu atau Sawu adalah sebuah pulau yang sangat indah menurut pandangan mataku. Penduduk pulau Sabu terdiri dari kesatuan kelompok patrinial atau yang biasa disebut dengan "UDU" yang mendiami beberapa lokasi tempat tinggal antara lain yaitu De Seba, Menia, LiaE, Mesara, Dimu dan Raijua. Pola perkampungan orang Sabu tidak bisa terlepas dari pemberian makna pulau itu sendiri atau Rai Hawu. Rai Hawu adalah suatu penggambaran dari makhluk hidup yang kepalanya membujur di bagian barat dan ekornya di bagian timur. Mahara yang terletak di bagian barat adalah kepala sedangkan Haba dan LiaE yang berada di posisi tengah adalah dada dan perut, dan Dimu yang berada di bagian Timur merupakan ekor. Pulau sabu juga biasa digambarkan sebagai perahu, Mahara yang berada di Barat yang berbukit dan pegunungan digambarkan sebagai anjungan dari perahu itu (Duru Rai) dan Dimu yang berada di Timur yang keadaan geologisnya lebih datar dan rendah dianggap sebagai buritan (Wui Rai).

Dalam kalender penanggalan etnik suku sabu juga dikenal satuan hari dalam seminggu yaitu Lodo Anni (senin), Lodo Due (selasa), Lodo Talhu (rabu), Lodo Appa (kamis), Lodo Lammi (jum'at), Lodo Anna (sabtu). Hari dalam sebulan dinamakan Waru dan setahun dinamakan Tou.

Dari Kabupaten Kupang ke pulau sabu dapat ditempuh menggunakan kapal laut yang ditempuh selama 12 jam perjalanan. Menurut legenda, nenek moyang orang-orang Sabu "Bou dakka ti dara dahi, agati kolo rai ahhu rai panr hu ude kolo robo" yang berarti orang yang datang dari laut, dari tempat yang jauh, lalu bermukim di Sabu. Orang pertama yang mendiami Pulau Sabu adalah Hawu Ga dan adiknya Kika Ga. Keturunan dari Kika Ga kemudian disebut dengan orang sabu (Do Hawu). Sedangkang Hawu Ga menjadi nama dari pulau Sabu atau Rai Hawu.


Mata pencaharian sebagian besar orang-orang sabu adalah lahan pertanian kering, beternak, menangkap ikan, membuat kerajinan, berdagang membuat gula sabu dari nira pohon lontar. Kerajinan tangan yang paling  menonjol dari Pulau Sabu adalah kerajinan tenun ikat dan mengayam daun pandan, semua jenis pekerjaan ini hampir tidak ada yang bernilai komersil karena masih dilakukan untuk kebutuhan sendiri. Namun seiring perkembangan jaman beberapa kerajinan tangan terutama tenun ikat khas Pulau Sabu sudah mulai dipasarkan, seperti halnya dengan gula sabu. Mereka juga mulai bercocok tanam dengan tanaman komoditi perdagangan seperti bawang merah dan kacang tanah.

Baca SelengkapnyaPulau Sabu Di Mataku